TUGAS
INDIVIDU
ETIKA DAN NILAI LINGKUNGAN
“ JEJAK
EKOLOGI “
Disusun Oleh
:
Rima
Septiani
( NPM : 13.13101.10.06
)
Dosen
Pembimbing :
Prof. Dr. Ir. H. Supli Effendi Rahim, M.Sc
PROGRAM PASCA SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA HUSADA PALEMBANG
TAHUN 2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia
dihadapkan pada kenyataan bahwa lingkungan hidup mengalami kerusakan yang
semakin parah. Bencana banjir, longsor, dan kekeringan terjadi di berbagai
daerah dengan intensitas yang cukup tinggi. Dalam tahun 2008, terjadi 197
kejadian banjir, 65 kejadian longsor, dan 22 kejadian banjir dan longsor.
Konversi lahan hutan menjadi perkebunan, pertanian, permukiman, wisata dan
pertambangan, yang dilakukan tanpa mengindahkan prinsip-prinsip keberlanjutan
lingkungan, berpengaruh secara signifikan terhadap kerusakan lingkungan
tersebut. Dilihat dari aspek ekonomi, peningkatan pendapatan sesaat yang
dihasilkan dari pemanfaatan ruang yang tidak mengindahkan kondisi ekologis,
justru berdampak pada penurunan pendapatan di kemudian hari, karena produksi
tidak berkelanjutan setelah area pemanfaatan mengalami kerusakan. Hal lainnya,
tekanan terhadap ketersediaan air. Peningkatan jumlah penduduk dan kegiatan
pembangunan menyebabkan meningkatnya kebutuhan akan air. Pada saat yang sama,
peningkatan kegiatan seperti industri dan pertambangan juga berdampak pada
kualitas air. Lebih jauh, kualitas air dipengaruhi oleh kuantitasnya, karena
menentukan kemampuan purifikasi air dalam menerima beban limbah. Salah satu
faktor yang mempengaruhi ketersediaan air adalah pemanfaatan ruang, terutama
pada daerah tangkapan air.
Istilah Ecological Footprint (jejak
ekologi) memang tidaklah sepopuler istilah konservasi. Sebagai sebuah
metodologi, Ecological Footprint diperkenalkan oleh para pencinta lingkungan
sebagai upaya meyakinkan masyarakat luas atas dampak gaya hidup manusia dalam
mempengaruhi dan mereduksi langsung kemampuan bumi dalam menyediakan sumber
daya alam, baik di darat maupun laut, yang mempunyai ekosistem produktif
terhadap alam dan mengkomunikasikannya secara kuantitatif dalam bentuk yang mudah dipahami
Untuk mengukur dan mengetahui
bagaimana dampak gaya hidup kita, dapat dilakukan dengan cara mengikuti
ecological footprint quiz (kuis jejak ekologi)
Atau bisa juga dengan menghitungnya melalui Ecological Footprint
Calculator (kalkulator jejak ekologi).
Metode ini mempermudah kita melihat
hubungan sebab akibat dari tindakan atau gaya hidup manusia terhadap kemampuan
bumi dalam menopang kebutuhannya di dunia ini secara kuantitatif. Sehingga kita
dapat mengetahui seberapa boros, seberapa banyak kita menghasilkan limbah dan
seberapa berbahaya limbah yang kita hasilkan, hingga menyangkut penjumlahan
total lahan yang diperlukan untuk menyediakan makanan, perumahan, transportasi,
bahan-bahan konsumsi yang lain, serta pelayanan yang kita gunakan. Namun tidak
semua lahan bisa berfungsi untuk menunjang kehidupan kita secara berkelanjutan.
Oleh karena itu Jejak Ekologi hanya mengukur lahan yang mampu berproduksi dan
mengelola limbah secara alami, atau yang disebut lahan produktif biologis.
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka perlu mengetahui jejak ekologi yang
telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Karena dari jejak ekologi inilah
kita dapat mengetahui, bahwa masing-masing individu kita termasuk merusak alam
lingkungan yang ada.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
dan Definisi Jejak Ekologis
Wackernagel dan Rees (1992) mendefinisikan Jejak
Ekologis atau Appropriated Carrying Capacity suatu wilayah sebagai luas
lahan dan air dalam berbagai katagori yang diperlukan secara eksklusif
oleh penduduk di dalam wilayah tersebut, untuk :
a) menyediakan
secara kontinyu seluruh sumberdaya yang dikonsumsi saat ini, dan
b) menyediakan
kemampuan secara kontinyu dalam menyerap seluruh limbah yang dihasilkan. Lahan
tersebut saat ini berada di muka bumi, walaupun sebagian dapat dipinjam dari
masa lalu (misalnya : energi fosil) dan sebagian lagi dialokasikan pada masa
yang akan datang (yakni dalam bentuk kontaminasi, pohon yang pertumbuhannya
terganggu karena peningkatan radiasi ultra violet, dan degradasi
lahan,Wackernagel dan Rees, 1992).
Sejalan dengan pendapat tersebut, Galli, et al;
(2012) menyatakan bahwa jejak ekologis dan biokapasitas adalah nilai-nilai yang
dinyatakan dalam satuan yang saling terpisah dari suatu daerah yang diperlukan
untuk menyediakan (atau regenerasi) layanan ekosistem setiap tahun seperti:
lahan pertanian untuk penyediaan makanan nabati dan produk serat; tanah penggembalaan
dan lahan pertanian untuk produk hewan; lahan perikanan (laut dan darat) ; hutan
untuk kayu dan hasil hutan lainnya; tanah serapan untuk mengakomodasi
penyerapan karbon dioksida antropogenik (jejak karbon), dan wilayah terbangun (built-up
area) untuk tempat tinggal dan infrastruktur lainnya.
Sesuai definisi tersebut, Wada (1993) merumuskan
jejak ekologis/appropriated carrying capacity dari kegiatan pertanian
(hidroponik di rumah kaca dibandingkan dengan mekanisasi pertanian
konvensional) sebagai berikut: “Luas lahan pertanian dan ekivalen lahan
dari input pertanian lainnya (seperti energi dan material) yang dibutuhkan
untuk memproduksi unit tanaman tertentu per tahun, menggunakan teknologi
pertanian tertentu.”
Analisis Jejak Ekologis berawal dari analisis daya
dukung penduduk yang ditentukan di dalam suatu wilayah tertentu. Analisis Jejak
Ekologis telah digunakan untuk mendefinisikan daya dukung ekologis untuk destinasi
turis di New Zealand.
2.2
Perspektif Teoritis Analisis Jejak Ekologis
Penelitian Wada (1999) mengemukakan implikasi
penting dari teori termodinamika bagi ilmu ekonomi, yang merupakan alasan
mengapa ekonomi neoklasik konvensional tidak bisa menjadi alat yang efektif
untuk mengukur keberlanjutan ekologis, dan mengapa konsep ‘jejak ekologis'
merupakan alternatif yang amat berguna untuk analisis ekonomi ekologi (economic
mainstream).
a.
Hukum Pertama Termodinamika
Yang dikenal juga
sebagai Hukum Konservasi Materi dan Energi (Georgescu-Roegen 1971 dalam Wada,
1999), menyatakan bahwa dalam sistem tertutup jumlah total massa atau energi
akan tetap sama, meskipun salah satu massa atau energi tersebut mungkin telah
berubah menjadi bentuk lain. Lebih lanjut Ehrlich (1993) menyatakan : “Jika
energi di dalam suatu bentuk atau suatu tempat menghilang, jumlah yang sama
harus muncul dalam bentuk lain atau di tempat lain. Dengan kata lain, meskipun
transformasi dapat mengubah distribusi jumlah energi di antara berbagai bentuknya,
namun jumlah total energi, ketika semua bentuk diperhitungkan, akan tetap sama.
Dengan kata lain "materi dan energi tidak dapat diciptakan atau
dihancurkan."
Hukum
pertama telah memberikan dasar teoritis, yaitu prinsip keseimbangan energi
untuk perhitungan penggunaan sumber daya. Ayres (1978) menyatakan: “Apa yang
disebut prinsip keseimbangan energi, adalah bagian nilai total bahan dan energi
yang diambil dari lingkungan alam sebagai bahan baku harus seimbang dengan
jumlah total bahan dan energi yang kembali ke lingkungan sebagai arus limbah,
dikurangi akumulasi dalam bentuk saham/ modal sumberdaya alam dan produk
persediaan”.
b.
Hukum Kedua Termodinamika (Hukum
Entropi)
Yang ditemukan
oleh Rudolf Clausius pada tahun 1865, seorang ahli fisika Jerman, memberikan
kontribusi signifikan terhadap kemajuan hukum Termodinamika dan menemukan
konsep entropi, mendasarkan pada para ilmuwan terdahulu (Wada, 1999). Hukum
Kedua Termodinamika disebut sebagai Hukum Entropi atau Hukum Peningkatan
Entropi. Entropi adalah ukuran penyebaran panas atau bahan (pada tingkat
molekuler).
c. Implikasi
Hukum Kedua Termodinamika bagi Aktivitas Manusia
Wada
(1999) mengatakan, aktivitas (ekonomi) manusia sangat kompleks, jauh dari ekuilibrium,
dan mengorganisir sistem sendiri, sama seperti sistem kehidupan yang lain. Dengan
demikian, perekonomian manusia (human economy) juga "tunduk pada
hukum kedua termodinamika "(Rees 1998). Perbedaan utama antara ekonomi
manusia dan sistem hidup lainnya adalah bahwa ekonomi manusia tidak hanya
melakukan metabolisme biologis, tetapi juga 'metabolisme industri' (Ayres dan
Simonis, 1994 dalam Wada, 1999). Meskipun ada perbedaan, ekonomi manusia masih
diatur oleh hukum peningkatan entropi. Implikasi umum dari hukum kedua
termodinamika untuk ekonomi manusia pertama kali diperkenalkan oleh Soddy
(1912, 1926, 1934) yang dikutip oleh Wada (1999). Energi memasuki proses
ekonomi dalam keadaan entropi rendah dan keluar dari sistem itu dalam keadaan
entropi tinggi. Tsuchida dan Murota (1987) dalam Wada (1999) juga menjelaskan implikasi
hukum entropi sebagai berikut : "Konsumsi pada umumnya setara dengan timbulnya
entropi dan produksi selalu diikuti dengan konsumsi yang menyebabkan terjadinya
peningkatan entropi pada sistem tertentu secara keseluruhan." Penting
untuk dicatat bahwa "gambaran positif" selalu disertai oleh sesuatu
yang "negatif". Artinya, sepanjang sisi proses pembuatan yang
diinginkan, penciptaan produk limbah atau emisi entropi tinggi ke lingkungan
selalu terjadi . Setelah energi /bahan bakar dibakar, entropi tinggi limbah
panas dan asap akan dipancarkan ke lingkungan.
Kita tidak dapat dengan mudah mengubah mereka
kembali ke bentuk asli entropi rendah (walaupun masih mungkin untuk
melakukannya, namun perlu adanya tambahan entropi energi rendah dan materi yang
akan secara bersamaan menyebabkan peningkatan lebih lanjut entropi secara
total). Terlepas dari kenyataan bahwa gambaran negatif selalu muncul setiap
kali gambar positif berlangsung, kelangsungan hidup manusia dapat dipertahankan.
2.3
Analisis Jejak Ekologis sebagai Instrumen untuk Menghitung Daya dukung Lingkungan
Menurut Wackernagel dan Rees (1996), Jejak Ekologis
adalah “A tool for Planning Toward Sustainability”. Jejak ekologis
adalah instrumen untuk menghitung (accounting tool), yang memungkinkan
bagi kita untuk mengestimasikan kebutuhan manusia terhadap konsumsi
sumberdaya dan asimilasi limbah pada sejumlah populasi manusia atau ekonomi,
berkenaan dengan lahan produktif yang sesuai (Wackernagel & Rees,
1996). Jadi Jejak Ekologis merupakan ukuran “beban/muatan” dari sejumlah
populasi tertentu terhadap lingkungan alam. Hal ini mencerminkan luas
lahan yang diperlukan untuk mendukung tingkat konsumsi sumberdaya serta
pembuangan limbah yang dilakukan oleh populasi tersebut. Jejak Ekologis
dan Biocapacity adalah nilai-nilai yang dinyatakan dalam satuan yang saling
terpisah dari suatu daerah yang diperlukan untuk menyediakan layanan ekosistem
setiap tahun seperti lahan pertanian untuk penyediaan bahan makanan nabati dan
produk serat; tanah penggembalaan dan lahan pertanian untuk produk hewan;
area perikanan (laut dan darat) untuk produk ikan; hutan untuk kayu dan
hasil hutan lainnya; lahan untuk mengakomodasi penyerapan karbon
dioksida antropogenik (jejak karbon), dan wilayah terbangun (built-up
area) untuk tempat tinggal dan infrastruktur lainnya (Galli et al;
2012).
Sebagai hasil dari teknologi maju dan perdagangan
dunia, lokasi ekologi bagi populasi manusia tidak lagi berkaitan dengan
lokasi geografisnya. Pada kondisi saat ini, kota dan wilayah tergantung pada
produktivitas ekologis dan fungsi penunjang kehidupan dari tempat yang
jauh di seluruh dunia. Namun demikian, bagi seluruh aliran material dan energi,
harus ada ekosistem dan wadah penerima limbah (sinks) yang berkaitan,
dan harus tersedia sumber air dan lahan produktif yang menyokong aliran
material dan energi tersebut. Konsep jejak ekologis merupakan estimasi
berdasarkan sumber daya alam pada wilayah tertentu serta aliran
pelayanan yang dibutuhkan guna menyangga pola konsumsi suatu populasi,
jumlah sumber daya yang digunakan beserta limbah yang dihasilkannya.
Konsep ini merupakan alat untuk menghitung seberapa
besar penggunaan sumber daya alam oleh manusia, agar supaya dapat
dihemat/dikurangi. Menurut Kajian Jejak Ekologis di Indonesia (2010),
perhitungan jejak ekologis didasarkan pada asumsi sebagai berikut.
1) Memungkinkan
untuk merunut seluruh sumber daya yang dikonsumsi dan limbah yang dihasilkan
2) Sebagian
besar arus sumber daya dan limbah dapat diukur dari segi wilayah produktif biologisnya
yang diperlukan untuk mempertahankan arus sumberdaya (flow). Sumberdaya
dan arus limbah yang tidak dapat diukur dikecualikan dari penilaian.
3) Dengan
membobot bioproduktivitas setiap daerah secara proporsional, berbagai jenis
daerah dapat dikonversi ke dalam unit umum hektar global (gha) yaitu
hektar dengan rata-rata bioproduktivitas dunia.
4) Luasan
bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran tunggal, yaitu
hektar global (gha). Setiap hektar global pada satu tahun mencerminkan bioproduktif
yang sama dan dapat dijumlahkan untuk memperoleh suatu agregat indikator jejak
ekologis atau biokapasitas.
5) Permintaan
manusia terhadap sumberdaya alam yang dinyatakan sebagai Jejak Ekologis, bisa
langsung dibandingkan dengan pasokan alam dan biokapasitasnya (biocapacity/supply),
ketika keduanya dinyatakan dalam satuan hektar global (gha).
6) Luas
wilayah yang dibutuhkan (human demand) dapat melebihi wilayah pasokannya
(nature’s supply), jika permintaan terhadap suatu ekosistem melebihi kapasitas
regeneratif ekosistem tersebut (misalnya, masyarakat menuntut biokapasitas yang
lebih besar terhadap areal hutan, atau perikanan).
Jejak ekologis menunjukkan daerah dengan air dan
lahan produktif yang diperlukan untuk memproduksi sumber daya yang dikonsumsi,
dan menjerap limbah yang dihasilkan, pada populasi tertentu, menggunakan
teknologi yang tersedia. Luasan jejak tergantung dari besaran populasi, standar
kehidupan, teknologi yang dipakai, serta produktivitas lingkungan. Untuk
kebanyakan negara industri, jejak ekologis nasional melebihi apa yang
disediakan secara lokal. Artinya mereka mengalami “defisit lingkungan”. Namun,
jejak ekologis tidak akan sama besarnya dan oleh karenanya daya dukung secara
global yang cocok untuk negara industri maju, belum tentu pas bagi negara lain
(Wackernagel, 1999). Jadi, bagi setiap orang yang mengkonsumsi 3 kali lipat
dari jumlah yang tersedia, maka terdapat 3 orang lainnya yang hanya menggunakan
sepertiga dari rata-rata konsumsi mereka.
Terdapat
6 kategori utama dalam menghitung produktivitas lahan, yaitu :
1) lahan
subur – lahan produktif yang digunakan untuk pembudidayaan;
2) padang
rumput – lahan penggembalaan untuk ternak lembu dan susu, yang kurang begitu
subur;
3) hutan
– perkebunan atau hutan alami yang menghasilkan kayu;
4) lahan
energi fosil – wilayah hutan yang dilindungi untuk absorpsi CO2;
5) daerah
terbangun (built up area) – penggunaan lahan bagi permukiman, jalan,
yang biasanya berlokasi di lahan subur;
6) laut
– menyediakan produksi laut guna menambah kebutuhan pangan manusia.
Konsep jejak ekologis telah dikritisi karena
metodologi yang dipakai kurang lengkap (Cox, 2000, 2004 dan Pearce 2005). Dasar
perhitungan jejak ekologis adalah menggunakan lahan atau laut yang secara
biologis produktif, yang diperlukan untuk menopang kehidupan sejumlah populasi
tertentu. Namun pada kenyataannya, kondisi populasi manusia dan sumber daya
alam tidaklah konstan, dan perhitungan lahan produktif cukup sulit karena harus
membuat penilaian terhadap tingkat produktivitasnya. Selanjutnya, penggunaan teknologi
secara signifikan dapat meningkatkan produktivitas lahan, sebaliknya aktivitas manusia
dan teknologi juga dapat memberikan dampak negatif terhadap produktivitas
lahan.
Kegiatan manusia tergantung pada biosfer, yang
menyediakan terus menerus sejumlah besar sumber daya untuk mendukung
pembangunan ekonomi dan kehidupan sehari-hari serta tempat untuk menampung
bahan limbah yang dihasilkan (Ouyang, 1999). Konsumsi sumber daya alam yang
berdampak pada ekosistem alam didefinisikan sebagai "jejak ekologis".
2.4
Perhitungan Jejak Ekologi (Ecological
Footprint)
Perhitungan jejak ekologi (ecological footprint) didasarkan pada
enam asumsi dasar (Wackernagel et al., 2002 in Wackernagel et al., 2008) yaitu
:
1.
Sebagian
besar konsumsi sumber daya dan limbah yang dihasilkan manusia dapat dilacak
2.
Kebanyakan
aliran sumber daya alam dan limbah dapat dihitungh ke dalam area biologi
produktif untuk menelusuri alirannya. Sumber daya alam dan limbah yang tidak
dapat dihitung dikeluarkan dari penilaian, yang menjadikan hasil perhitungan
jejak ekologi ini di bawah keadaan yang sebenarnya.
3.
Dengan
pembobotan masing-masing daerah ke dalam proporsi produktifitas biologi yang
digunakan, area yang berbeda dapat dikonversi ke dalam satuan umum global
hektar, yaitu hektar dengan rata-rata produktifitas biologi dunia.
4.
Karena
satuan global hektar tunggal menyatakan satu jenis penggunaan, dan semua global
hektar pada satu tahun menyatakan jumlah produktifitas yang sama, maka global
hektar dapat dijumlahkan untuk mendapatkan indicator agregat jejak ekologi atau
daya dukung lingkungan.
5.
Permintaan
manusia, dinyatakan sebagai jejak ekologi, dapat secara langsung dibandingkan
dengan pasokan alam, daya dukung lingkungan, ketika keduanya sama-sama
dinyatakan dalam global hektar.
6.
Luas area
permintaan dapat melebihi luas area yang disediakan jika permintaan pada
ekosistem melebihi kapasitas regenerative ekosistem (misalnya, manusia menuntut
lebih dibandingkan daya dukung hutan, perikanan, dari ekosistem yang telah
tersedia). Situasi ini, dimana jejak ekologi melebih tersedia daya dukung
lingkungan, dikenal sebagai overshoot.
Dalam perhitungan jejak ekologi, daratan dan lautan produktif digolongkan
menjadi tujuh jenis type dasar:
1. Lahan pertanian, adalah lahan yang paling produktif secara hayati
dibandingkan dengan semua jenis penggunaan lahan. Digunakan untuk menghasilkan
semua produk tanaman, tanaman sawit dan karet.
2. Lahan penggembalaan, adalah padang rumput dan tanah dan pepohonan jarang
yang digunakan untuk menghasilkan pakan ternak.
3. Lahan hutan, adalah hutan alami atau hutan tanam yang bisa menghasilkan
produk kayu bulat maupun kayu bakar.
4. Lahan perikanan, merupakan daerah tangkapan komersil yang sekitar 300 km
dari pantai karena daerah pesisir merupakan daerah laut yang paling produktif.
5. Lahan penyerap karbon, merupakan lahan hutan yang diperlukan untuk
penyerapan emisi karbon yang dihasilkan manusia.
6. Lahan terbangun, adalah lahan yang dihitung berdasarkan luas tanah yang
ditutupi oleh infrastruktur, transportasi, perumahan, struktur industry dan
waduk untuk pembangkit tenaga listrik. Dengan asumsi bahawa apa yang dibangun
akan menempati lahan yang sebelumnya merupakan lahan pertanian, kecuali kita
memiliki bukti spesifik bahwa asumsi ini tidak berlaku. Asumsi ini didasarkan
pada pengamatan bahwa pemukiman manusia yang umumnya terletak di daerah yang
sangat subur dengan potensi untuk menghasilkan lahan pertanian unggulan. Tanah
terbangun memiliki produktifitas secara hayati setara dengan jejak ekologi
karena keduanya menjelaskan perambahan lahan produktif secara hayati oleh
infrastruktur fisik.
7. Lahan keanekaragaman hayato, adalah digunakan untuk menjaga kelangsungan
hidup spesies selain manusia, yang besarnya 12 persen dari total lahan dunia.
Perhitungan jejak ekologi dibagi menjadi 3 tahap utama. Jejak ekologi
individu dihitung berdasarkan semua material biologi yang dikonsumsi dan semua
sampah biologi yang dihasilkan oleh tiap individu. Dan untuk menghitung jejak
ekologi suatu daerah diperoleh dengan cara menjumlahkan jejak ekologi semua
penduduk di daerah tersebut.
Tahap pertama adalah analisis konsumsi sumber daya biotik (pangan) dengan
cara menambahkan produksi dan impor lalu dikurangi dengan ekspor. Alternatif
lain dengan cara menggunakan data konsumsi penduduk yang didapat secara primer.
Jika diperlukan, penyesuaian dilakukan untuk menghindari perhitungan dobel tipe
lahan. Contoh, pakan ternak berupa biji-bijian dimasukkan dalam perhitungan
lahan pertanian tidak pada lahan rumput penggembalaan. Perhitungan luas lahan
yang dibutuhkan untuk konsumsi pangan didapat dengan cara membagi jumlah pangan
yang dikonsumsi per tahun (ton) dengan produksi tipe lahan atau laut tertentu
per tahun (ton per hektar) dari tempat asal panen.
Langkah ke dua menentukan luas jejak ekologi dari sampah yang dihasilkan.
Dari perspektif jejak ekologi ada 3 kategori sampah dan masing-masing kategori
berbeda penanganannya dalam jejak ekologi.
Kategori pertama adalah sampah biologi seperti sisa produk pertanian,
produk hewan, produk ikan, kayu dan karbon dioksida yang dihasilkan oleh kayu
bakar dan pembakaran bahan bakar fosil sudah termasuk di dalam secara implisit
dalam jejak ekologi jika sampah ini dihasilkan di dalam suatu proses biologi
tertutup. Contoh, lahan penggembalaan sapi seluas 1 hektar mampu menghasilkan
produksi biomassa dan untuk menyerap sampah biologi yang dihasilkan. Penyerapan
sampah yang dihasilkan dari material biologi yang dipanen tidak dihitung dalam
jejak ekologi. Begitu pula dengan CO2 yang dihasilkan oleh tumbuhan dan
pernafasan manusia, karena sampah ini dihasilkan dalam suatu proses proses
biologi tertutup. Namun CO2 yang dihasilkan oleh akibat pembakaran kayu bakar
ataupun bahan bakar fosil dihitung karena sampah ini dihasilkan oleh aktifitas
non biologi manusia. Adapun lahan yang dibutuhkan untuk menyerap sampah CO2 ini
disebut dengan lahan penyerap karbon. Kemampuan rata-rata hutan dalam
penyerapan karbon dan jumlah emisi CO2 yang dihasilkan adalah data dasar yang
dibutuhkan dalam perhitungan lahan penyerap karbon. Pada perhitungan lahan
penyerap karbon tingkat local, maka kemampuan rata-rata penyerapan karbon hutan
tergantung pada jenis ekosistem hutan local. Hutan alami merupakan penyimpan
karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL)
pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah
dan seresah di permukaan tanah yang banyak.
Kategori sampah yang ke dua adalah material yang secara khusus dikirim pada
suatu lahan. Jika lahan yang digunakan adalah lahan produktif, maka jejak lahan
ini dihitung sebagai lahan terbangun yang dipakai sebagai tempat penyimpanan
sampah jangka panjang. Contohnya adalah tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
Kategori sampah yang ketiga adalah polutan dan racun yang tidak bisa
diserap ataupun diuraikan oleh proses biologi seperti plastik atau senyawa
kimia. Karena jejak ekologi menghitung lahan produktif yang digunakan untuk
memproduksi materi atau menyerap sampah, materi seperti plastik dan senyawa
kimia tidak dihasilkan oleh proses biologi atau diserap oleh sistem biologi,
maka sampah jenis ini tidak terdefinisi dalam jejak ekologi. Sehingga sampah
ini tidak masuk dalam perhitungan jejak ekologi.
Tahap terakhir perhitungan adalah menjumlahkan jejak ekologi ke dalam enam
tipe lahan yang merupakan gambaran konsumsi per kapita. Data per kapita yang
dikalikan dengan jumlah penduduk suatu daerah menggambarkan jejak ekologi
daerah tersebut. Hasil ini kemudian dibandingkan biokapasitas lahan yang ada.
BAB III
HASIL PERHITUNGAN
A. Transportasi
1. Dengan apa anda bepergian hari ini?
a) Berjalan…..0
b) Bersepeda…..5
c) Dengan Angkutan
Umum…. 4x 30
d) Menumpang.....15
e) Kendaraan Pribadi ….30
(Kalikan setiap skor dengan berapa sering metode
tsb dipakai dalam
satu hari dan kemudian di total.)
Nilaiku 4 x 30 = 120
Sub-Total: 120
B. Penggunaan Air
1. Seberapa banyak air yang digunakan?
a) Tidak mandi….0
b) Mandi, 1-2 menit. ….5
c) Mandi, 3-6 menit.…2x 10
d) Mandi, 10 min …. 20
e) Mandi dengan air satu bath tub penuh….20
f) Mandi dengan air setengah bath tub….10
g) Mandi dengan air bekas orang lain….10
h) Menggosok gigi dg air kran tetap mengucur….5
i) Mencukur kumis/jenggot dengan air kran tetap
mengucur….5
Nilaiku 2 x 10
Sub-Total: 20
C. Berpakaian
1. Saya menggunakan pakaian lebih dari
sekali sebelum di cuci?
a) Sering….0
b) Kadang-kadang….1x 5
c) Tidak pernah….10
2. Saya menggunakan pakaian bekas (yg
diperbaiki)
a)
iya….(-5) b)
tidak….0
3. Saya memperbaiki baju saya sendiri?
a)
ya….(-5)
b) Tidak….0
3. 50% dari baju saya adalah baju turunan?
a)
ya….(-5)
b) tidak….0
4. Saya membersihkan dan mengeringkan baju?
a) none….0 b) 1-5 lembar….10 c) lebih dari 6 lembar...... 20
Nilaiku 5
Sub-total: 5
D. Rekreasi
Mengenali permainan, olahraga, dan aktivitas dimana
anda terlibat, pada hari biasa di waktu senjang.
1. Seberapa banyak peralatan yg diperlukan ?
a) tidak ada atau sedikit..0 b)
beberapa….1x 10 c) cukup banyak….20
2. Seberapa luas lahan yg dibutuhkan untuk
bermain di lapangan, dataran es, kolam renang, untuk memenuhi kebutuhan
rekreasi anda?
a) tidak ada atau sedikit….0 b)
sedang (<1 hektar) 1x 10 c) cukup besar
(>hektar)…20
(Lihat tabel konversi pada akhir kuis untuk bantuan)
3. Saya menghabiskan uang hari ini untuk belanja
(pakaian, baju, peralatan olahraga)?
a) Tidak ada….0
b)$5…5 c)$10…10 c)$10+…1 pt. per dollar
Nilaiku 20
Sub-Total: 20
E. Makanan
1. Berapa porsi daging yang dimakan sehari?
a) 0….0 b) 1 porsi….1x 10
c) 2 porsi….20 d) 3 porsi….30
2. Seberapa banyak makan bersisa di piring?
a) tidak ada…1x 0 b) sedikit….5 c)
cukup banyak….10
3. Saya mengkonsumsi campuran sisa sayur dan buah?
a)
ya….0
b) tidak….1x 10
4. Makanan yg saya makan adalah makanan lokal?
a) semuanya….0
b) beberapa...1x 10
c)
tidak ada….20
5. Makanan yg saya makan adalah produk organik?
a) semuanya….0 b) beberapa..1x
10
c)
tidak ada….20
6. Makanan yg dikonsumsi dibungkus
plastik/kertas?
a) Tidak….0
b) beberapa….1x 10
c) Semuanya….20
Nilaiku 30
Sub-Total: 30
F. Sampah
1. Jika saya membuang seluruh sampah pd hari
ini, seberapa besar penampungan sampahnya?
a) peti kayu….30
b) kotak sepatu….1x 20
c) secangkir….5
d) tidak ada sampah….0
Nilaiku 20
Sub-Total: 20
Add Sub-Totals of “A-F” for Total 1: 215
G. Ruang Tinggal
1. Hitung dalam satuan meter persegi ruang
indoor yg diperlukah dlm keseharian. Termasuk semua ruangan di rumah
(termasuk garasi), sekolah (kantin, kelas), kantor (ruang kantor pribadi, area
kerja, toilet). Bagi luas total ruangn dg jumlah orang di dalamnya.
Contoh:
Living Space Averages
Educ. Space/Per
Student
Ave. Dorrm Space-25 sq m Classroom & Lab -30 sq m
Ave. Apt. space- 35 sq m Administration
- 3 sq m
Other
- 5 sq m
Add up “a-d” for “Total Square Meters”.
(1 sq. meter = 10 sq. feet)
a) “Home” sq. meters = 240
divided by # of people
= 40
Sq meters
b) School sq. meters = ________________
divided by # of people
= ____________ Sq meters
c) Office sq. meters = 100
divided by # of people
=
2
Sq meters
d) other sq. meters = ________________
divided by # of people
= ___________ Sq meters
Nilaiku 42
Total 2: 42
TOTAL KESELURUHAN= (Total 1 + Total 2) X 3
( 215+42) X 3 =
257 x 3 = 771
Anda telah menghitung total dari ‘tiga’ tipikal
keseharian anda. Sekarang ubah total keseluruhan tsb menjadi jejak ekologis
pribadi anda, menggunakan rumus dibawah:
Total keseluruhan dibagi 100 = jejak ekologis anda
dalam satuan hektar
JEJAK EKOLOGIS PRIBADI = 7,71 HEKTAR
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan perhitungan jejak ekologis, maka saya telah menyumbang
sekitar 7,71 hektar selama satu tahun, mulai dari untuk makan,
papan, sandang, pendidikan, transportasi, dll. Dengan pemahaman terhadap jejak
ekologis jejak ekologis tersebut, bahwa saya sebagai manusia yang ada di muka
bumi ini telah menambah beban kepada bumi, saya belum beretika dengan
lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan, lingkungan dan sesama makhluk.
3.2 Saran
Setelah mengetahui jejak ekologi, kita dapat mendukung keberlanjutan bumi
ini dengan cara mengurangi kegiatan konsumsi kita pada sumber daya yang ada
sehingga mendukung lingkungan hidup, sehingga dapat beretika terhadap
lingkungan dan berakhlak terhadap Tuhan, lingkungan dan sesama makhluk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar